Monday 16 November 2015

Mukadimah: Motif Menalar



"Cogito, ergo sum". Begitulah yang dikatakan Descartes, seorang filsuf. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira begini; "Aku berpikir, maka aku ada."
Aku adalah saya. Saya itu siapa? Atau apa, barangkali. Mari kita runut bersama. Perhatikan, gestur kebanyakan orang bila ingin unjuk diri. Jemari tangan terkepal, jempol diacungkan ke dada, sembari berkata," Aku ini yang punya blablabla...", "Kalian belum tahu siapa saya?", dan lainnya. Seolah-olah diri mereka itu yang ada di dalam tubuh fananya. Sederhananya, sesuatu yang gaib yang biasa mereka sebut jiwa atau ruh. Bagi mereka, Aku adalah jiwa yang tinggal di dalam raga fisiknya. Jiwa itu lantas memberikan kehidupan. Maka saat tubuh mereka sudah tak bernyawa, niscaya jiwa itu tetap ada, melayang pergi meninggalkan cangkang badaniahnya, kembali ke sesuatu yang kekal entah dimana.
Namun bagi saya, Aku ini yang ada di otak. Selama otak masih melakukan pekerjaannya, mengirimkan impuls elektriknya ke sistem syaraf tubuh, mengatur otot lurik maupun polos, mencipta dan melepas berbagai macam hormon untuk menunjukkan emosi, selama itulah Aku ada. Aku adalah otak. Karena itu para dokter menentukan kematian seseorang berdasarkan aktivitas gelombang otak mereka. Pada pasien yang mengalami keadaan koma sekalipun, otak mereka masih bekerja. Walau secara kasat mata mereka dalam kondisi berbaring di ranjang, mata terpejam, tubuh lumpuh, tanpa ada aktivitas fisik yang berarti. Otaklah yang mengendalikan jasad bernama manusia ini.
Otak kita yang lebih berkembang dibanding spesies lainnya merupakan hasil evolusi beribu-ribu tahun lalu. Tidak seperti nenek moyang jerapah yang berevolusi dan lantas memiliki leher yang jenjang untuk memudahkannya memakan dedaunan muda di pucuk pohon, manusia membuat tangga untuk menggapainya. Jika beruang kutub mempunyai bulu yang tebal dan lemak berlimpah karena habitatnya yang ekstrem, manusia menciptakan pakaian untuk menghangatkan tubuhnya. Sementara makhluk lain berevolusi dengan beradaptasi terhadap lingkungannya, otak kita mencari cara lain untuk menghadapi alam, yaitu dengan teknologi. Bisa dibilang inovasi dalam teknologi adalah terobosan pada evolusi manusia yang membuat spesies kita mendominasi bumi kini. Seiring dengan teknologi yang semakin canggih, evolusi itu masih belum berhenti.
Mari berpikir untuk hidup yang lebih baik kelak...

0 comments:

Post a Comment